
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini telah merambah ke berbagai bidang kehidupan, termasuk dunia akademik. Di kampus, AI mulai dipakai oleh mahasiswa untuk menyusun tugas, oleh dosen untuk menulis artikel ilmiah, bahkan oleh peneliti untuk membantu analisis data. Kehadiran teknologi ini memang membawa kemudahan, efisiensi, dan kecepatan yang sebelumnya sulit dicapai dengan cara konvensional.
Namun, di balik manfaat tersebut, muncul pula tantangan etis yang perlu kita perhatikan dengan serius. Ini berarti penggunaan AI dalam konteks ilmiah tidak bisa dilakukan secara bebas tanpa aturan. Aturan dalam penggunaan AI bertujuan untuk menghindari pelanggaran akademik, seperti manipulasi data, plagiarisme, atau penyembunyian kontribusi manusia di balik teknologi.
Daftar isi
ToggleEtika atau Aturan Penggunaan AI dalam Publikasi Ilmiah, Dosen, Mahasiswa, Reviewer, sampai Editor Jurnal Wajib Tahu!
Nah karena itulah, Elsevier sebagai salah satu penerbit jurnal ilmiah terbesar di dunia merilis pedoman resmi terkait penggunaan AI dalam publikasi ilmiah. Kebijakan ini memberikan panduan bagi seluruh akademisi mulai dari penulis, reviewer, dan editor.
Artikel yang sesuai:
Mengulik Lebih Lanjut Etika Penggunaan AI dalam Publikasi Ilmiah
Artikel ini akan membahas secara mendalam etika penggunaan AI berdasarkan pedoman yang telah diterbitkan oleh Elsevier. Yuk, simak detail-detailnya pada uraian di bawah ini:
1. AI boleh digunakan, tetapi tetap ada batasnya
Etika penggunaan AI yang pertama yaitu AI hanya sebagai alat bantu! Ini artinya teknologi AI dapat membantu penulis ilmiah dalam berbagai tahap seperti menyusun kalimat agar lebih jelas, memeriksa tata bahasa, meringkas literatur, hingga menyarankan struktur tulisan yang lebih logis. Semua fungsi itu sah dilakukan selama digunakan sebagai alat bantu teknis, bukan sebagai pengganti penulis.
Elsevier juga menegaskan bahwa AI tidak boleh menggantikan pemikiran kritis manusia sebagai penulis publikasi ilmiah. Penulis wajib memastikan bahwa setiap ide, interpretasi, dan analisis dalam naskah merupakan hasil pemikiran pribadi.
Dengan kata lain, AI hanya membantu mempermudah, tetapi tidak boleh menentukan substansi atau kesimpulan dari penelitian. Nah, jika AI menghasilkan informasi keliru, maka penulis tetap menjadi pihak yang harus bertanggung jawab. Itulah sebabnya penting bagi akademisi untuk meninjau kembali setiap hasil yang dihasilkan AI sebelum disertakan dalam karya ilmiah.
2. Wajib mengungkapkan penggunaan AI dalam manuskrip
Salah satu prinsip utama dalam etika akademik adalah transparansi. Jika penulis menggunakan alat AI seperti ChatGPT atau Copilot dalam proses penulisan, maka penggunaan tersebut wajib diungkapkan.
Elsevier meminta agar pengungkapan dilakukan di bagian “Acknowledgement” atau “Declaration of AI Use.” Format yang disarankan yaitu:
During the preparation of this work, the author(s) used [NAMA TOOL AI] in order to [ALASAN PENGGUNAAN]. After using this tool, the author(s) reviewed and edited the content as needed and take(s) full responsibility for the content of this publication.
Pengungkapan ini menunjukkan kejujuran intelektual dan mencegah kesalahpahaman di antara pembaca atau reviewer. Selain itu, hal ini memperkuat kredibilitas penulis karena menunjukkan kesadaran terhadap etika akademik yang berlaku.
3. AI tidak bisa dicantumkan sebagai penulis
Etika penggunaan AI dalam publikasi ilmiah berikutnya yaitu kita tidak boleh mencantumkan AI sebagai penulis. AI tidak dapat dijadikan penulis ataupun co-author karena sistem kecerdasan buatan tidak memiliki tanggung jawab moral maupun legal terhadap isi naskah.
Dalam publikasi ilmiah, seorang penulis harus mampu menjelaskan, mempertanggungjawabkan, dan menyetujui seluruh bagian dari karya yang dipublikasikan. Nah, berbeda dengan manusia, AI tidak memahami konteks penelitian, tidak dapat memberikan persetujuan etis, dan tidak memiliki hak cipta.
Karena itu, mencantumkan AI sebagai penulis melanggar prinsip integritas ilmiah. AI boleh membantu menyusun kalimat, namun tidak memiliki kapasitas untuk berkontribusi secara akademis.
4. Gunakan AI dengan hati-hati untuk gambar atau visualisasi data
Selain teks, banyak penulis kini mulai menggunakan AI untuk menghasilkan visualisasi data, gambar ilustratif, atau diagram penelitian. Namun, Elsevier secara tegas melarang penggunaan AI untuk menciptakan atau mengubah gambar dalam manuskrip.
Kecuali jika AI tersebut memang merupakan bagian dari metodologi penelitian itu sendiri. Sebagai contoh, dalam bidang biomedical imaging, peneliti boleh menggunakan AI untuk menganalisis citra medis karena itu termasuk bagian dari metode penelitian yang dijelaskan secara ilmiah.
Namun, menggunakan AI hanya untuk mempercantik atau membuat ilustrasi tanpa dasar metodologis tidak diperbolehkan. Lalu bagaimana jika kita ingin menyesuaikan?
Koreksi ringan seperti penyesuaian kecerahan atau kontras tersebut masih boleh dilakukan selama tidak mengubah makna data asli. Intinya begini, gambar atau visual yang kita sertakan harus mencerminkan hasil riset sebenarnya tanpa manipulasi.
5. Reviewer tidak boleh menggunakan AI untuk menilai manuskrip
Aturan penggunaan AI dalam publikasi ilmiah tidak hanya mengikat penulis, tapi juga reviewer. Yang mana seorang reviewer memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga mutu dan integritas publikasi ilmiah.
Dalam proses tersebut, reviewer tidak boleh menggunakan AI generatif untuk membantu menilai, meringkas, atau menganalisis naskah yang sedang direview. Hal ini karena proses peer review bersifat rahasia dan memerlukan penilaian intelektual manusia.
Jika seorang reviewer mengunggah naskah ke platform AI publik berisiko melanggar kerahasiaan data penulis. Karena sebagian besar sistem AI menyimpan data input untuk melatih modelnya. Selain itu, hasil evaluasi AI bisa bias, tidak akurat, dan tidak mempertimbangkan konteks ilmiah yang kompleks.
6. Editor juga tidak boleh mengandalkan AI untuk keputusan editorial
Editor jurnal berperan penting dalam menentukan apakah sebuah artikel layak diterbitkan atau tidak. Karena itu, Elsevier menekankan bahwa keputusan editorial tidak boleh diserahkan kepada AI generatif.
AI boleh membantu dalam tahap administratif. Seperti pengecekan format, kesesuaian pedoman, atau deteksi plagiarisme, tetapi keputusan akhir tetap harus dibuat oleh editor manusia.
Jika editor menggunakan AI untuk menilai kualitas artikel atau merekomendasikan keputusan, maka keotentikan proses editorial bisa diragukan. Hasilnya juga bisa menimbulkan bias atau kesalahan interpretasi terhadap naskah.
Selain itu, editor tidak diperkenankan mengunggah naskah ke platform AI publik karena dapat melanggar kerahasiaan penulis. Integritas dan keadilan dalam proses editorial hanya dapat dijamin oleh pengawasan manusia!
7. Kewaspadaan terhadap privasi dan hak cipta
Dalam menggunakan AI, baik penulis, reviewer, maupun editor harus memahami bahwa tidak semua platform AI aman untuk data penelitian. Beberapa sistem AI menyimpan, menganalisis, dan menggunakan input pengguna untuk melatih modelnya.
Hal tersebut berpotensi mengungkap data sensitif atau hasil penelitian yang belum dipublikasikan. Jadi baik penulis, reviewer sampai editor perlu mewaspadai ini.
Nah, sebelum menggunakan AI, kita perlu memastikan platform tersebut memiliki kebijakan privasi yang jelas dan tidak melanggar hak cipta. Hindari juga memberikan data rahasia seperti hasil eksperimen, naskah yang belum diterbitkan, atau informasi pribadi responden penelitian.
8. Risiko jika tidak mematuhi etika penggunaan AI
Mengabaikan etika penggunaan AI dalam publikasi ilmiah bukan perkara sepele. Pelanggaran bisa berujung pada konsekuensi serius seperti penolakan naskah, pembatalan publikasi, bahkan pencabutan (retraction) setelah artikel terbit.
Lembaga penerbit biasanya akan melakukan investigasi etik jika ada indikasi manipulasi atau pelanggaran transparansi. Selain itu, reputasi akademik penulis bisa terdampak secara jangka panjang.
Padahal dalam dunia ilmiah, kepercayaan merupakan fondasi utama. Jika sekali reputasi tercoreng karena pelanggaran etik, akan sulit untuk memulihkannya.
Nah, itulah berbagai hal terkait penggunaan AI dalam publikasi ilmiah. Dapat kita simpulkan ya bahwa AI ialah alat bantu, bukan penulis, atau reviewer maupun editor!
Semoga pemaparan terkait aturan penggunaan AI dalam publikasi ilmiah di atas bisa memberikanmu manfaat, ya! Selamat berkarya!






